Minggu, 18 Mei 2014

Beristighfar di Waktu Sahur





Beristighfar di Waktu Sahur

Dari sekian waktu yang ada, waktu sahur merupakan waktu yang paling istimewa untuk dijadikan waktu beristighfar. Orang yang bertaqwa, sebagaimana dinyatakan al-Qur`an, tidak mungkin melewatkan waktu sahur tanpa istighfar.


Dalam al-Qur`an surat Ali ‘Imran, Allah swt menyebutkan salah satu karakter orang bertaqwa yang tidak akan silau oleh tipuan dunia adalah orang-orang yang selalu beristighfar di waktu sahur:

(Orang bertaqwa itu adalah) orang-orang yang berdo’a: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya, dan yang memohon ampun di waktu sahur (QS. Ali ‘Imran [3] : 16-17).
Dalam surat adz-Dzariyat, Allah swt juga menyebutkan orang bertaqwa yang akan mendapatkan kenikmatan surga adalah orang-orang yang selalu beristighfar di waktu sahur:

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di waktu sahur [akhir-akhir malam] mereka beristighfar [memohon ampun kepada Allah] (QS. ad-Dzariyat [51] : 17-18).
Waktu sahur (istilah yang sebenarnya adalah sahar, tetapi lebih akrab disebut sahur) itu sendiri adalah waktu akhir malam. Dalam hadits disebutkan bahwa waktu yang dimaksud adalah setelah lewat sepertiga malam pertama sampai sepertiga malam terakhir dan sampai shubuh.
يَنْزِلُ اللهُ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا كُلَّ لَيْلَةٍ حِينَ يَمْضِى ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ فَيَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَنَا الْمَلِكُ مَنْ ذَا الَّذِى يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ ذَا الَّذِى يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ ذَا الَّذِى يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ فَلاَ يَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُضِىءَ الْفَجْرُ
Allah turun ke langit terendah (dari tujuh langit) setiap malam ketika berlalu sepertiga malam pertama, lalu Dia berkata: "Akulah Raja, Akulah Raja. Adakah orang yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku pasti mengabulkannya? Adakah orang yang ingin meminta kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Dan adakah orang yang ingin beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" Demikianlah hal itu berlangsung sampai terbit fajar (Shahih Muslim kitab shalat al-musafirin bab at-targhib fid-du'a wadz-dzikri fi akhiril-lail wal-ijabah fih no. 1809).
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
Rabb kita turun ke langit terendah (dari tujuh langit) setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: "Siapa yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku pasti mengabulkannya? Siapa yang ingin meminta kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Siapa yang ingin beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" (Shahih al-Bukhari kitab at-tahajjud bab ad-du’a fis-shalat min akhiril-lail no. 1145; Shahih Muslim kitab shalat al-musafirin bab at-targhib fid-du'a wadz-dzikri fi akhiril-lail wal-ijabah fih no. 1808).
Hadits di atas dicantumkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab shahihnya sebagai penafsiran dari QS. adz-Dzariyat [51] : 17-18. Al-Bukhari memberikan tarjamah: bab ad-du’a fis-shalat min akhiril-lail [do’a dalam shalat di akhir malam]. Artinya Imam al-Bukhari menunjukkan kepada kita semua bahwa sahur yang dimaksud surat adz-Dzariyat di atas itu adalah akhir malam. Waktunya, sebagaimana tampak dalam dua hadits di atas mulai dari sepertiga malam kedua (sesudah berlalu sepertiga malam pertama), sampai sepertiga malam ketiga, dan sampai shubuh. Jadi kalau malam hitungannya dari jam 19.00 s.d 04.00 (9 jam), berarti sepertiga malam pertamanya dari jam 19.00-22.00, sepertiga malam kedua dari jam 22.00-01.00, dan sepertiga malam ketiga dari jam 01.00-04.00. Jika hadits di atas menjelaskan bahwa Allah swt turun langsung dari ‘Arsy (yang berada di atas kursi [kursi sebagaimaa dimaksud ‘ayat kursi’] dan tujuh langit) ke langit yang paling bawah/yang paling dekat ke bumi sejak sepertiga malam kedua, berarti sekitar jam 22.00. Dari mulai saat itu sampai shubuh, Allah swt menyeru manusia tanpa henti: "Siapa yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku pasti mengabulkannya? Siapa yang ingin meminta kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Siapa yang ingin beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" Hanya pertanyaannya, apa yang kita lakukan ketika Allah swt menyeru dan memanggil kita? Sigap berdo’a, meminta dan beristighfar, ataukah hanya menonton TV, bersenda gurau, dan tidur? Di sinilah keistimewaan waktu sahur yang tidak mungkin dilewatkan oleh orang bertaqwa tanpa beristighfar. Sebab Allah swt sendiri langsung yang menyeru manusia dan menjamin langsung diijabahnya semua do’a, permintaan, dan permohonan ampun.
Imam al-Bukhari memasukkan hadits di atas dalam kitab at-tahajjud, maksudnya bab tentang bangun di waktu malam untuk shalat tahajjud. Dalam tarjamah-nya Imam al-Bukhari juga menyatakan: bab ad-du’a fis-shalat min akhiril-lail, maksudnya tentang do’a dalam shalat di akhir malam. Itu berarti Imam al-Bukhari memberikan petunjuk kepada kita bahwa istighfar di waktu sahur itu merupakan salah satu do’a yang dipanjatkan dalam shalat tahajjud di akhir malam. Maka maksud firman Allah swt yang menyebutkan salah satu karakter orang bertaqwa: Beristighfar di waktu sahur, maksudnya yang bangun di akhir malam untuk shalat tahajjud sambil menyertakan istighfar di dalamnya. Itu artinya tidak hanya beristighfar tanpa shalat tahajjud, tetapi shalat tahajjud plus beristighfar.
Sementara itu, al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya mencantumkan beberapa riwayat tentang amaliah shahabat terkait istighfar di waktu sahur ini:
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا نَافِعُ، هَلْ جَاءَ السَّحَر؟ فَإِذَا قَالَ: نَعَمْ، أَقْبَلَ عَلَى الدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ حَتَّى يُصْبِحَ. رَوَاهُ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ.
‘Abdullah ibn ‘Umar shalat malam (tahajjud), kemudian bertanya: “Hai Nafi’ (putranya), apakah waktu sahur telah datang?”Jika Nafi’ menjawab: “Ya,” maka Ibn ‘Umar mulai berdo’a dan beristighfar sampai datang waktu shubuh. Riwayat Ibn Abi Hatim.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:...عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلًا فِي السَّحَرِ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ وهو يقول: ربّ أمرتني فأطعتك، وَهَذَا سَحَرٌ، فَاغْفِرْ لِي. فَنَظَرْتُ فَإِذَا ابْنُ مَسْعُودٍ.
Ibn Jarir berkata: ...dari Ibrahim ibn Hathib, dari ayahnya, ia berkata: Aku mendengar seseorang di waktu sahur di salah satu sudut masjid berdo’a: “Wahai Rabb, Engkau telah memerintahku untuk ta’at, dan aku pun ta’at kepada-Mu. Dan sekarang waktu sahur, ampunilah aku.” Aku lihat orang itu, ternyata ia shahabat Ibn Mas’ud.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا نُؤْمَرُ إِذَا صَلَّيْنَا مِنَ اللَّيْلِ أنْ نَسْتَغْفِرَ فِي آخِرِ السَّحَرِ سَبْعِينَ مَرَّةً
Ibn Marduwaih meriwayatkan dari Anas ibn Malik, bahwasanya ia berkata: “Kami (para shahabat) diperintah apabila shalat malam (tahajjud) untuk beristighfar di akhir malam sebanyak 70 kali.”
Ketiga riwayat di atas memberi petunjuk bahwa istighfar di waktu sahur itu bisa juga diamalkan sesudah shalat tahajjud pada tengah/akhir malam, sebelum datangnya shubuh, di antaranya dengan cara mengucapkan istighfar sampai 70 kali.  Wal-‘Llahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar