Beristighfar di Waktu
Sahur
Dari sekian waktu yang
ada, waktu sahur merupakan waktu yang paling istimewa untuk dijadikan waktu
beristighfar. Orang yang bertaqwa, sebagaimana dinyatakan al-Qur`an, tidak
mungkin melewatkan waktu sahur tanpa istighfar.
Dalam al-Qur`an surat Ali
‘Imran, Allah swt menyebutkan salah satu karakter orang bertaqwa yang tidak
akan silau oleh tipuan dunia adalah orang-orang yang selalu beristighfar di
waktu sahur:
(Orang bertaqwa itu adalah) orang-orang yang berdo’a: "Ya Tuhan
kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan
peliharalah kami dari siksa neraka," (yaitu) orang-orang yang sabar,
yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya, dan yang memohon ampun
di waktu sahur (QS. Ali ‘Imran [3] : 16-17).
Dalam surat adz-Dzariyat, Allah swt juga menyebutkan
orang bertaqwa yang akan mendapatkan kenikmatan surga adalah orang-orang yang
selalu beristighfar di waktu sahur:
Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam; Dan di waktu sahur [akhir-akhir malam] mereka beristighfar
[memohon ampun kepada Allah] (QS. ad-Dzariyat [51] :
17-18).
Waktu sahur (istilah yang
sebenarnya adalah sahar, tetapi lebih akrab disebut sahur) itu
sendiri adalah waktu akhir malam. Dalam hadits disebutkan bahwa waktu yang
dimaksud adalah setelah lewat sepertiga malam pertama sampai sepertiga malam
terakhir dan sampai shubuh.
يَنْزِلُ اللهُ
إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا كُلَّ لَيْلَةٍ حِينَ يَمْضِى ثُلُثُ اللَّيْلِ الأَوَّلُ
فَيَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَنَا الْمَلِكُ مَنْ ذَا الَّذِى يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ
لَهُ مَنْ ذَا الَّذِى يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ مَنْ ذَا الَّذِى يَسْتَغْفِرُنِى
فَأَغْفِرَ لَهُ فَلاَ يَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُضِىءَ الْفَجْرُ
Allah turun ke
langit terendah (dari tujuh langit) setiap malam ketika berlalu sepertiga
malam pertama, lalu Dia berkata: "Akulah Raja, Akulah Raja. Adakah
orang yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku pasti mengabulkannya? Adakah orang
yang ingin meminta kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Dan adakah orang yang
ingin beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" Demikianlah
hal itu berlangsung sampai terbit fajar (Shahih Muslim
kitab shalat al-musafirin bab at-targhib fid-du'a wadz-dzikri fi
akhiril-lail wal-ijabah fih no. 1809).
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى
كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ
يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي
فَأَغْفِرَ لَهُ
Rabb kita turun ke langit terendah (dari tujuh langit)
setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: "Siapa
yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku pasti mengabulkannya? Siapa yang
ingin meminta kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Siapa yang ingin
beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" (Shahih al-Bukhari kitab at-tahajjud bab ad-du’a
fis-shalat min akhiril-lail no. 1145; Shahih Muslim kitab shalat al-musafirin bab
at-targhib fid-du'a wadz-dzikri fi akhiril-lail wal-ijabah fih no. 1808).
Hadits di atas dicantumkan oleh Imam al-Bukhari dalam
kitab shahihnya sebagai penafsiran dari QS. adz-Dzariyat [51] : 17-18.
Al-Bukhari memberikan tarjamah: bab ad-du’a fis-shalat min
akhiril-lail [do’a dalam shalat di akhir malam]. Artinya Imam al-Bukhari
menunjukkan kepada kita semua bahwa sahur yang dimaksud surat adz-Dzariyat di
atas itu adalah akhir malam. Waktunya, sebagaimana tampak dalam dua hadits di
atas mulai dari sepertiga malam kedua (sesudah berlalu sepertiga malam
pertama), sampai sepertiga malam ketiga, dan sampai shubuh. Jadi kalau malam
hitungannya dari jam 19.00 s.d 04.00 (9 jam), berarti sepertiga malam
pertamanya dari jam 19.00-22.00, sepertiga malam kedua dari jam 22.00-01.00,
dan sepertiga malam ketiga dari jam 01.00-04.00. Jika hadits di atas
menjelaskan bahwa Allah swt turun langsung dari ‘Arsy (yang berada di atas kursi
[kursi sebagaimaa dimaksud ‘ayat kursi’] dan tujuh langit) ke langit
yang paling bawah/yang paling dekat ke bumi sejak sepertiga malam kedua,
berarti sekitar jam 22.00. Dari mulai saat itu sampai shubuh, Allah swt menyeru
manusia tanpa henti: "Siapa yang ingin berdo'a kepada-Ku, lalu Aku
pasti mengabulkannya? Siapa yang ingin meminta
kepada-Ku lalu Aku pasti memberinya? Siapa yang ingin
beristighfar kepada-Ku, lalu Aku pasti mengampuninya?" Hanya pertanyaannya, apa yang kita lakukan ketika Allah swt menyeru dan
memanggil kita? Sigap berdo’a, meminta dan beristighfar, ataukah hanya menonton
TV, bersenda gurau, dan tidur? Di sinilah keistimewaan waktu sahur yang tidak
mungkin dilewatkan oleh orang bertaqwa tanpa beristighfar. Sebab Allah swt
sendiri langsung yang menyeru manusia dan menjamin langsung diijabahnya semua
do’a, permintaan, dan permohonan ampun.
Imam
al-Bukhari memasukkan hadits di atas dalam kitab at-tahajjud, maksudnya
bab tentang bangun di waktu malam untuk shalat tahajjud. Dalam tarjamah-nya
Imam al-Bukhari juga menyatakan: bab ad-du’a fis-shalat min akhiril-lail, maksudnya
tentang do’a dalam shalat di akhir malam. Itu berarti Imam al-Bukhari
memberikan petunjuk kepada kita bahwa istighfar di waktu sahur itu merupakan
salah satu do’a yang dipanjatkan dalam shalat tahajjud di akhir malam. Maka
maksud firman Allah swt yang menyebutkan salah satu karakter orang bertaqwa: Beristighfar
di waktu sahur, maksudnya yang bangun di akhir malam untuk shalat tahajjud
sambil menyertakan istighfar di dalamnya. Itu artinya tidak hanya beristighfar
tanpa shalat tahajjud, tetapi shalat tahajjud plus beristighfar.
Sementara itu, al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya
mencantumkan beberapa riwayat tentang amaliah shahabat terkait istighfar di
waktu sahur ini:
وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ
يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا نَافِعُ، هَلْ جَاءَ السَّحَر؟ فَإِذَا
قَالَ: نَعَمْ، أَقْبَلَ عَلَى الدُّعَاءِ وَالِاسْتِغْفَارِ حَتَّى يُصْبِحَ. رَوَاهُ
ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ.
‘Abdullah ibn ‘Umar shalat malam (tahajjud), kemudian
bertanya: “Hai Nafi’ (putranya), apakah waktu sahur telah datang?”Jika
Nafi’ menjawab: “Ya,” maka Ibn ‘Umar mulai berdo’a dan beristighfar
sampai datang waktu shubuh. Riwayat Ibn Abi Hatim.
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ:...عَنْ إِبْرَاهِيمَ
بْنِ حَاطِبٍ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: سَمِعْتُ رَجُلًا فِي السَّحَرِ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ
وهو يقول: ربّ أمرتني فأطعتك، وَهَذَا سَحَرٌ، فَاغْفِرْ لِي. فَنَظَرْتُ فَإِذَا ابْنُ
مَسْعُودٍ.
Ibn Jarir berkata: ...dari Ibrahim ibn Hathib, dari
ayahnya, ia berkata: Aku mendengar seseorang di waktu sahur di salah satu sudut
masjid berdo’a: “Wahai Rabb, Engkau telah memerintahku untuk ta’at, dan aku
pun ta’at kepada-Mu. Dan sekarang waktu sahur, ampunilah aku.” Aku lihat
orang itu, ternyata ia shahabat Ibn Mas’ud.
وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا نُؤْمَرُ إِذَا صَلَّيْنَا مِنَ اللَّيْلِ أنْ نَسْتَغْفِرَ
فِي آخِرِ السَّحَرِ سَبْعِينَ مَرَّةً
Ibn Marduwaih meriwayatkan dari Anas ibn Malik,
bahwasanya ia berkata: “Kami (para shahabat) diperintah apabila shalat malam
(tahajjud) untuk beristighfar di akhir malam sebanyak 70 kali.”
Ketiga riwayat di atas
memberi petunjuk bahwa istighfar di waktu sahur itu bisa juga diamalkan sesudah
shalat tahajjud pada tengah/akhir malam, sebelum datangnya shubuh, di antaranya
dengan cara mengucapkan istighfar sampai 70 kali. Wal-‘Llahu a’lam bis-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar