Kedudukan Nur Muhammad
Ada satu
riwayat yang menyatakan demikian:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَخْبِرْنِي عَنْ
أَوَّلِ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ تعالى قَبْلَ الْأَشْيَاءِ. قال: يَا جَابِرُ إِنَّ
اللهَ خَلَقَ قَبْلَ الْأَشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ فَجَعَلَ ذَلِكَ
النُّوْرَ يَدُوْرُ بِالْقُدْرَةِ حَيْثُ شَاءَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ فِي ذَلِكَ الْوَقْتِ
لَوْحٌ وَلاَ قَلَمٌ وَلاَ جَنَّةٌ وَلاَ نَارٌ وَلاَ مَلَكٌ وَلاَ سَمَاءٌ وَلاَ أَرْضٌ
وَلاَ شَمْسٌ وَلاَ قَمَرٌ وَلاَ جِنِّيٌّ وَلاَ إِنْسِيٌّ
Dari Jabir ibn
‘Abdillah ia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, atas nama ayah dan
ibuku, beritahukan kepadaku hal pertama yang Allah ciptakan sebelum segala
sesuatu.” Beliau menjawab: “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan
sebelum segala sesuatu cahaya (nur) Nabimu dari cahaya-Nya. Lalu Dia menjadikan
cahaya itu bersinar dengan kekuasaan-Nya dan kehendak-Nya. Belum ada pada waktu
itu lauh, qalam, surga, neraka, malaikat, langit, bumi, matahari, bulan, jin
dan manusia.”
Riwayat di
atas dituliskan oleh al-‘Ajluni dalam kitab Kasyful-Khifa` 1 : 265
(sebuah kitab khusus yang menyingkap hadits-hadits asing yang menyebar di
tengah-tengah masyarakat). Al-‘Ajluni menyebutkan bahwa khabar di atas riwayat
‘Abdurrazzaq. Akan tetapi setelah penulis telusuri di kitab Mushannaf
‘Abdirrazzaq dan Tafsir ‘Abdirrazzaq melalui program maktabah syamilah ternyata
riwayat di atas tidak ditemukan. Tidak ditemukan juga riwayat ini di semua
kitab hadits yang mu’tabar (otoritatif). Maka dari itu Syaikh al-Albani menilai
riwayat ini sebagai hadits bathil (tidak benar/haq). Terlebih ketika
faktanya bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang menyatakan bahwa yang
pertama kali Allah swt ciptakan adalah qalam, darinyalah Allah swt
menuliskan semua qadar/taqdir dari awal sampai akhir (Sunan at-Tirmidzi bab tafsir
surah Nun no. 3319. Hadits shahih). Juga bertentangan dengan hadits yang
menyatakan bahwa hanya malaikat yang diciptakan dari cahaya, sementara Adam
diciptakan dari tanah dan keturunannya dari air mani, sebagaimana telah
dijelaskan al-Qur`an (Shahih Muslim kitab az-zuhd war-raqa`iq bab fi
ahadits mutafarriqah no. 7687. Rujuk as-Silsilah as-Shahihah no. 458).
Dalam kitab
tafsir, riwayat ini hanya ditemukan dalam kitab tafsir Ruhul-Ma’ani/al-Alusi
dan Ruhul-Bayan/Isma’il Haqqi tanpa menjelaskan sanadnya sebagai tafsir dari
ayat QS. Qaf [50] : 1-4 dan al-Anbiya [21] : 107. Dua kitab tafsir tersebut
adalah kitab tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an dengan pendekatan
batin/isyarat. Metode tafsir isyari/batin ini bisa dibenarkan jika tidak
bertentangan dengan dalil yang lebih shahih dan sharih. Jika
faktanya riwayat di atas bertentangan dengan dalil yang lebih shahih, maka
jelas riwayat di atas tidak bisa dinyatakan sebagai penafsiran dari firman
Allah swt yang menjelaskan keistimewaan Nabi Muhammad saw tersebut. Artinya,
keistimewaan Nabi saw dalam QS. Qaf [50] : 1-4 dan al-Anbiya [21] : 107 tidak
terkait dengan Nur Muhammad, melainkan dengan sejumlah kemuliaan lain yang
sudah dimaklumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar