Minggu, 02 Februari 2014

Shaum Tasu'a 'Asyura



Shaum Tasu’a ‘Asyura

Shaum yang diajarkan Nabi saw dalam kaitannya dengan bulan Muharram hanya Tasu’a ‘Asyura (tentunya di samping Senin-Kamis, shaum Dawud, dan shaum tengah bulan yang berlaku di sepanjang bulan selain Ramadlan). Tasu’a artinya sembilan, sementara ‘asyura artinya sepuluh. Maksudnya, shaum pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Untuk tahun 2013 ini bertepatan dengan tanggal 13-14 November 2013. Pahala shaum ini akan menghapus dosa setahun yang lalu. Sabda Nabi saw: Shaum ‘Asyura yang diniatkan mengharap ridla Allah akan menghapus dosa setahun yang lalu (Shahih Muslim kitab as-shiyam no. 2803).
Meski dalam hadits di atas hanya disebutkan ‘asyura (10 Muharram), tetapi tasu’a (9 Muharram) pun termasuk, karena pengamalannya satu paket. al-Hakam ibn al-A'raj pernah bertanya kepada Ibn 'Abbas: "Beritahukanlah kepadaku tentang shaum 'Asyura." Ibn 'Abbas menjawab: "Jika kamu melihat hilal Muharram, maka bersiaplah, dan bershaumlah di waktu shubuh hari kesembilan." Aku bertanya: "Seperti itukah Rasulullah saw melaksanakan shaumnya?" Ibn 'Abbas menjawab: "Ya." (Shahih Muslim bab ayyi yaum yushamu fi 'asyura no. 2720).
Petunjuk amaliah shaum Tasu'a-'Asyura seperti diberitahukan Ibn 'Abbas ini bukan berarti pernah dilaksanakan Rasul saw secara langsung, melainkan hanya diperintahkan dan dianjurkan, karena beliau saw terlebih dahulu wafat. Ibn 'Abbas dalam riwayat lain menjelaskan: Ketika Rasulullah saw shaum pada hari 'Asyura dan memerintahkan shaum tersebut, para shahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, hari 'Asyura itu hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani!?" Rasul saw menjawab: "Jika datang tahun depan, insya Allah kita akan shaum dari sejak hari ke-9 (tasu’a)." Kata Ibn 'Abbas: Belum juga tahun depan datang, Rasulullah saw sudah wafat terlebih dahulu (Shahih Muslim no. 2722).
Berdasarkan hadits ini maka para ulama mengategorikan shaum Tasu'a pada sunnah hammiyyah; sunnah yang baru ditekadkan. Artinya walau belum pernah dilaksanakan oleh Nabi saw, tapi karena sudah ditekadkan (hamm) dan kalau seandainya tidak wafat akan dilaksanakan, maka berkedudukan sebagai sunnah yang harus diteladani. Jadi jangan hanya tanggal 10-nya saja, tetapi juga dengan tanggal 9-nya. Kecuali jika ada halangan seperti sakit, boleh tanggal 9-nya saja, 10-nya saja, atau tidak dua-duanya. Dan kalau sengaja meninggalkan dua-duanya meski mampu, berarti itu orang sakit (sakit imannya).
Dalam Musnad Ahmad terdapat riwayat yang menegaskan agar shaum 'Asyura itu disertai shaum sehari sebelumnya (tanggal 9) atau sehari sesudahnya (tanggal 11) demi menyalahi orang Yahudi: Shaumlah pada hari 'Asyura, dan berbedalah dengan Yahudi. Shaumlah kalian sebelumnya satu hari atau sesudahnya satu hari. (Musnad Ahmad, musnad 'Abdillah ibn 'Abbas no. 2191). Akan tetapi menurut al-Hafizh al-Haitsami dalam kitabnya Majma'uz-Zawa`id, hadits ini dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad ibn Abi Laila yang fihi kalam; statusnya dipersoalkan (bab as-shaum qabla yaum 'Asyura wa ba'dahu). Atau dengan kata lain dla’if. Jadi yang sunnah hanya 9 dan 10 Muharram.
Wal-‘Llah a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar